Setelahnya
dari majelis muhadharah tersebut, beliau menghampiri Syaikh ‘Utsaimin
yang hendak pulang ke rumah. Syaikh ‘Utsaimin selalu berjalan kaki dari
rumah ke tempat kajian begitu pula sebaliknya. Di tengah jalan pemuda
itu nekat memberanikan diri untuk bertanya, “Syaikh, apakah Anda
mempunyai anak perempuan?”
Ketika mendengar pertanyaan pemuda tersebut, Syaikh ‘Utsaimin berubah mimik mukanya dan bertanya, “Ada apa akhi?”
Pemuda itu menjawab, “Kalau ada, saya berniat meminangnya, bolehkah saya meminangnya?”
Lalu
apa yang dilakukan Syaikh ‘Utsaimin? Apakah beliau bertanya usaha bapak
kamu apa? Kamu sudah hafal hadits berapa? Sebelumnya kamu lulusan apa?
Gaji kamu berapa? Tabungan kamu berapa? Bahkan Syaikh ‘Utsaimin tidak
memberikan sebuah pertanyaan apapun kepada pemuda ini, Syaikh ‘Utsaimin
hanya berkata, “Tunggulah kabar dariku, In sya Allah akan aku telepon…”
Lalu
dalam hari-hari penantian kabar tersebut, pemuda ini mengalami
kegelisahan juga, satu hari berlalu, dua hari berlalu, hingga sepekan
berlalu. Ia bertanya dalam hati, “Apakah Syaikh lupa ya, perlukah saya
mengingatkannya?”
Namun,
pemuda ini teringat perkataan Syaikh yang menyuruhnya menunggu. Hingga
akhirnya sebulan setelah peristiwa itu ada telepon yang dialamatkan ke
asrama. Namun kebetulan pemuda itu sedang kuliah.
Akhirnya
dari pihak asrama menyampaikan ke pemuda ini bahwa beliau dicari oleh
Syaikh ‘Utsaimin. Dalam hati dia bertanya, “Kenapa ya Syaikh ‘Utsaimin
mencariku?”
Ternyata pemuda ini sudah agak pesimis dan bahkan agak melupakan tentang permintaannya.
Ketika beliau melepon Syaikh ‘Utsaimin, beliau bertanya, “Ada apa Syaikh?”
“Aku ingin melanjutkan pembicaraan kita waktu itu akhi?”
“Pembicaraan yang mana, Syaikh?”
“Pembicaraan ketika kamu menyusul saya di jalan. Akhi, silahkan kamu lanjutkan prosesnya..”
Pemuda
itupun terkejut, ternyata Syaikh ‘Utsaimin masih mengingatnya dan
beliaupun akhirnya membalas pernyataan Syaikh ‘Utsaimin dengan
terbata-bata, “Syaikh, perkenankan saya mengabari orang tua saya
terlebih dahulu untuk kelanjutannya…”
“Silahkan akhi, saya tunggu kedatangan kalian…”
Ternyata pemuda yang bermodal nekat ini juga belum memberitahukan orangtuanya kalau beliau hendak melamar anak Syaikh ‘Utsaimin.
Pertanyaannya
adalah apa yang dilakukan Syaikh ‘Utsaimin selama satu bulan tersebut?
Inilah adab ‘ulama yang harus dicontoh oleh wali seorang anak perempuan…
Syaikh
‘Utsaimin ternyata menyelidiki sendiri tentang pemuda ini, dari
pergaulannya, bagaimana di mata teman-temannya, di mata gurunya,
bagaimana keseriusan dalam belajarnya, prestasinya di kampus, latar
belakang keluarganya. Itu beliau lakukan sendiri! Bukannya langsung
ditanyakan kepada pemuda itu di tempat itu dan saat itu juga. Dan
akhirnya setelah mengetahuinya dengan jelas, barulah beliau
memutuskannya setelah bermusyawarah dengan keluarga beliau.
Pemuda
ini adalah pria pada foto di atas, ia adalah Syaikh Dr. Khalid Al
Mushlih yang saat ini menjadi salah satu ulama yang dikenal di negeri
Arab.
Sumber: Cahayamuslim | Editor : Arham | Headlineislam.com
0 komentar:
Post a Comment